Nasir Jamil: Tidak Ada Kebebasan Pers, Tapi Kemerdekaan Pers
Banda Aceh – Tidak ada kebebasan pers
yang ada kemerdekaan pers. Jika disebut kebebasan, maka akan kebablasan.
Komisi III DPR RI, Nasir
Jamil
“Seperti yang dirujuk
dalam UU No 40 Tahun 1999, dimana pada euphoria reformasi UU ini dijadikan
sebagai peraturan lex spesialis bagi pekerja pers dalam menjalankan
aktivitasnya,” jelas Komisi III DPR
RI , Nasir Jamil dalam seminar
Hari Kebebasan Pers di Gedung Sultan Selim II, ACC, Banda Aceh.
Menurutnya, pers dan
fungsinya hari ini telah keluar dari kepatutan, bahkan banyak pekerja-pekerja
pers dinilai belum professional. Sehingga, lanjutnya, banyak orang yang menilai
hari ini bukan lagi kebebasan pers namun kebablasan pers. Namun, untuk
mengatasi hal tersebut masyarakat yang merasa dirugikan oleh pemberitaan dapat
menempuh jalur hukum sesuai dengan UU Pers No 40 Tahun 1999, yang mengatur
untuk memberikan hak jawab.
Masyarakat yang
dirugikan tersebut juga bisa menempuh jalur hukum. Namun, sebut Nasir, pekerja
pers sendiri mempunyai Hak Tolak di persidangan. “Ini lah yang disebut lex
spesialis karena sesuatu yang berkaitan dengan media (jurnalistik) diselesaikan
dengan UU Pers,” terangnya.
Lebih lanjut Nasir
mengatakan, pers dituntup untuk bisa netral meskipun pada saat ini perusahaan
media sudah termasuk dalam industri bisnis. Netralitas ini, lanjut Nasir,
diperlukan karena sangat berpengaruh pada pemberitaan.
“Menurut saya,
netralitas akan mewujudkan keadilan dan demokratis,” tambahnya lagi.
Ia juga menekankan pada
pekerja pers Aceh menjunjung tinggi etika jurnalistik. Karena kondisi pers hari
ini merupakan salah satu pilar demokrasi (politik) di Indonesia pasca lahirnya
reformasi, dimana Nasir Jamil menjelaskan, parlemen (DPR) sendiri tidak bisa
melakukan pengawasan pada pers.
“Makanya, pers
diharapkan bisa netral dalam menyajikan pemberitaan. Karena bila tidak bisa
netral nanti bisa berhadapan dengan pemerintahan baru di Aceh,” pungkasnya.[T.
Hendra Keumala]
Komentar
Posting Komentar