Sinisme Politik



Banda Aceh : Senin siang selepas aku mengantar surat undangan acara seminar perkembangan perekonomian aceh, kepada beberapa Satuan kerja perangkat pemerintah aceh (SKPA ), lalu saya menuju kesuatu tempat rumah makan pecal diseputaran lamprit, mata hari pada hari tersebut memang sedang tarik-tariknya, panas membaca Kota Banda Aceh.

Oleh sebab itulah saya memilih tempat makan yang agak adem, kebetulan memang ditempat ini ditumbuhi pohon sari yang rindang untuk berteduh melepas penat, selepas makan saya segaja tidak lekas balik kekantor, ingin beberapa saat menikmati suasana teduh ditempat ini, tampa segaja datang seorang kawan lama, maksud kawan lama, karena memang sudah sangat sekian lama tidak pernah berjumpa.

Karena saya memang duduk sendiri, aku mempersilahkan ia duduk untuk bergabung satu meja dengan saya, diantara kami saling menyapa dan menanyakan keadaan satu sama lain awal dari obrolan ringan diatara kami, saya lebih menarik bertanya tentang keadaan dia, karena diantara kami betul-betul sudah lama tidak berjumpa, termasuk bagai mana kondisi perkembangan organasisasi yang kami bangun selama ini, salah satu wadah tempat yang menyatukan kami selama ini.

Saya sangat senang mendegar penjelasan dari nya, ia menjelaskan panjang lebar, ia begitu gampang menjelasan pertanyaan yang saya ajukan kepadanya, entah motivasi mana tiba-tiba arah pembicaraannya menyinggung soal politik, selama aku mengenalinya kata itu suatu ha yang ganjir, bahkan tidak pernah terdengar dari mulutnya, ia mengaitkan dengan kondisi ril politik yang terjadi diaceh belakangan ini.

Kita hampir tidak tahu lagi mana yang benar mana yang salah, yang benar adalah mereka saling membenarkan diri mereka sendiri, penghilangan terhadap Nyawa manusia pun menjadi pembenaran ketika itu politik benar-benar kacau timpanya, aku memahami maksud dari kata-katanya, ia mengkaitkannya dengan kondisi menjelang pemilihan anggota legislative 2014. dan tidak lepas dari penembakan terhadap salah seorang kader partai Nasional Aceh ( PNA ) di sigli.

Dengan sinisnya, ia juga menjelaskan keprihatinan terhadap organisasi yang sudah terkontamidasi dengan politi, “ Ketika suatu organisasi sudah berbaur dengan politik maka siap-siaplah menghadapi kehancuran dan menelan korban, itulah yang terjadi sekarang, tujuan tida lagi mencari ridha Allah, melainkan murka Allah SWT. Aku lebi memilih menjadi pendegar setia dalam sesi makan siang tampa terencana itu, disaat aku menangkap roma serius dari mimik mukanya.

Diasaat kondisi seperti ini tidak kondusif, carut marut, ketidak adilan, keserakahan, kesewenangan, memilih menjadi seorang pendidik adalah suatu hal yang terbaik, pada saat itulah aku kembali menangkap senyum dimulutnya. Aku kembali melihat ruman aslinya yang dulu, ramah dan bersahaja, Aku paham apa maksud dari omongannya, mungkin ini merupakan sebuah kebanggaan bagi nya kerena yang aku tau ia sedang menyelesaikan studi disalah satu perguruan tinggi keguruan ternama, dan tentunya tidak lama lagi akan menjadi seorang pendidik, seorang guru tentunya.

Disaat sekarang kita melakukan kebaikan untuk organisasi bersiaplah kita ditinggalkan, bersiaplah untuk tidak dihargai pengorbanan mu, karena itu adalah pengabdian, pertemuan yang begitu singkat, pria yang sempat juga menyamakan kondisi politik aceh sekarang dengan masa pemerinthan orde baru, pamitan dengan mengedarai sepeda motornya. dan saya pun kembali kekantor dengan membawa catatan singkat tidak penting ini. Banda Aceh 29 April 2014.




Komentar

Postingan Populer