Aceh Diantara Mata Air dan Berairmata.

Semenjak  tahun 2008 sampai dengan 2013, Aceh mengelola dana otonomi khusus (Otsus) sebesar Rp 27,3 triliun. hal ini menempatkan aceh di urutan ketujuh Indonesia, yang pendapatan perkapitanya terbesar.
"dan dana tersebut (otsus) akan terus diterima Aceh sampai tahun 2027 nanti,  dengan perkiraan jumlah total sekitar Rp 100 triliun. dana tersebut setiap tahun nya terus naik, dimana Pada  2008 Otsus yang diterima Aceh sebesar Rp 3,5 triun, kemudian menjadi Rp 3,7 triliun (2009), Rp 3,8 triliun (2010), Rp 4,5 triliun (2011), Rp 5,4 triliun (2012) dan menjadi Rp 6,2 triliun pada tahun ini.
Kondisi Pendidikan 
Meski demikian, mutu pendidikan di Aceh tergolong rendah. Hal ini terjadi karena kebijakan anggaran pendidikan di Aceh belum berorientasi pada peningkatan mutu pendidikan, melainkan baru sekadar berorientasi pembangunan fisik.
Aceh merupakan salah satu daerah yang mempunyai belanja pendidikan per kapita tertinggi di Indonesia. Menduduki ranking keempat dengan anggaran per kapita Rp 1,2 juta. Ranking pertama ditempati Papua Barat. Sementara rata-rata belanja pendidikan per kapita Indonesia adalah Rp 935.000.
Tahun 2011, total belanja pemerintah untuk sektor pendidikan di Aceh secara nominal terhitung sebesar Rp 4,3 triliun. Jumlah itu meningkat dua kali lipat dari tahun 2007, yang terhitung sebesar Rp 2,1 triliun. Pada tahun 2012 tercatat Rp 3,9 triliun.
Besarnya anggaran tersebut memungkinkan bagi Aceh untuk memiliki sarana dan prasarana pendidikan yang memadai. Pada tahun 2012, Secara keseluruhan, daya tampung siswa rata-rata perkelas di Aceh terhitung sebanyak 26 siswa, jauh lebih tinggi dari standar pelayanan minimal yang disyaratkan, 32 siswa per kelas. "Jarak tempuh ke sekolah dari permukiman juga lebih baik dari standar nasional.
Namun, besarnya belanja pendidikan dan ketersediaan sarana yang baik belum searah dengan hasil capaian mutu dari pendidikan. Secara umum, beberapa indikator mutu, seperti akreditasi sekolah, mutu guru masih kurang baik dan tingkat kelulusan siswa.
Ada sekitar 30 persen sekolah di Aceh yang belum terakreditasi dan hanya 1 dari 5 orang guru di semua jenjang pendidikan yang bersertifikasi. Jumlah guru di Aceh sekitar 117,978 orang.  Kualitas guru di Aceh berada pada peringkat ke-28 nasional.
Mutu kelulusan siswa, Aceh juga masih berada di bawah rata-rata nasional. Mengacu pada nilai rata-rata SMPTN kelompok IPA, Aceh menduduki peringkat ke-33 secara nasional (nilai 44,86), sedangkan kelompok IPS di peringkat ke-25 (nilai 43,19).
Kesehatan Aceh
Anggaran belanja kesehatan di Aceh cenderung meningkat. Tahun 2012, total belanja kesehatan di seluruh Aceh (provinsi dan kabupaten/kota) meningkat tiga kali lipat dibandingkan tahun 2005. Tetapi, besarnya anggaran ini masih belum disertai pencapaian beberapa indikator kesehatan yang lebih baik.
Beberapa tantangan sektor kesehatan di antaranya angka kematian ibu masih tinggi--pada tahun 2011 tercatat 158 per 100 ribu kelahiran hidup (KH). Sedangkan nasional menargetkan 112 per 100 ribu KH pada tahun 2014. Masalah lainnya adalah ketersediaan sarana dan prasarana serta sumber daya tenaga kesehatan yang belum mencukupi dan terdistribusi secara merata di Aceh.
Kondisi kesehatan seperti ini disebabkan oleh masih bertumpu pada belanja kuratif (penyembuhan) daripada preventif (pencegahan). Belanja kuratif mendapat anggaran yang besar dalam tiga tahun terakhir.
Pada tahun 2012, anggaran kesehatan untuk upaya kuratif mencapai 64 persen dari total anggaran Provinsi Aceh untuk bidang kesehatan, yang mencapai Rp 931 miliar. "Sedangkan untuk preventif hanya 4 persen
Tren membesarnya upaya kuratif dimulai sejak 2010, saat program Jaminan Kesehatan Aceh (JKA) dimulai. Sebelumnya, pada tahun 2007, anggaran kesehatan untuk kuratif hanya 37 persen. Anggaran untuk preventif di Provinsi Aceh hingga tahun 2012 masih jauh di bawah angka surve sebesar 30 persen, seperti yang dipublikasikan oleh Pusdiklat Aparatur Kementerian Kesehatan.
Besarnya belanja kuratif dikhawatirkan akan membuat beban anggaran semakin berat dalam jangka panjang. Karena upaya preventif atau penyembuhan lebih murah dari pengobatan.

Komentar

Postingan Populer