Kulat Jumpung
Matahari
baru saja tenggelam di ufuk barat saat lelaki tua itu tiba disebuah pondok. Dia
datang dengan mengendarai sepeda motor. Setelah memarkirkan motornya dia
langsung naik ke pondok yang ada didepannya. Wajahnya sudah mengerut dimakan
usia, rambutnya yang hampir semua memutih itu
disisirnya serong.
Meski
batang usianya sudah tinggi, dia masih mampu melihat tanpa bantuan kaca mata.
Dia sangat hati- hati bicara tentang Usaha yang digelutinya. Dialah yang
pertama membudidayakan Jamur Merang di
bumi serambi Mekkah.
Sarwan
TA, sang pemilik budidaya Jamur Lee
Guna. Sarwan sudah menggeluti usahanya sejak 1999 silam. Usaha yang digelutinya
itu bermula ketika ia membaca sebuah majalah pertanian yang bernama “Trubus”
pada tahun 1994.
Sebelum
budidaya jamur, Sarwan membuka usaha pembuatan Limun pada tahun 1976 di kampung
halamannya Sentosa, Beureunuen. Namun usahanya harus gulung tikar pada tahun
1982 karena sudah banyak saingan. Setelah usahanya gulung tikar, ia sempat
mengadu nasib ke negeri Jiran Malaysia. Lima belas tahun ia bolak balik Malaysia – Aceh, namun
lagi-lagi nasib tidak berpihak padanya.
Pada
tahun 1994, sewaktu masih bolak balik ke Malaysia, dia membaca majalah Trubus
yang membahas masalah pertanian. ia menjadi tertarik dengan ulasan majalah
tersebut tentang Budidaya jamur. Menurutnya usaha tersebut cocok dikembangkan
di Aceh karena suhu di aceh sangat bagus untuk pembudidayaan jamur merang dan
medianya mudah di dapat.
“Saya
pertama mengenal budidaya jamur dari Majalah Trubus. Menurut saya di Aceh cocok
dengan usaha itu, karena cuacanya sama dengan di Karawang” kata Sarwan saat kami menememuinya di tempat usahanya di
kawasan Cot Iri, Barona Jaya Aceh Besar Selasa (13/3) sore.
Berbekal
semangat yang kuat, pada tahun 1997 ia berangkat ke Karawang Jawa Timur untuk
memperdalam ilmunya tentang tatacara membudidayakan jamur. sebelumnya ia juga
pernah belajar budidaya jamur di tempat yang sama. “ Saya tiga kali magang di
Karawang, dan semua biaya saya tanggung sendiri”. sambungnya
Tepat
pada tahun 1999 ia membuka usahanya di Sentosa Beurnuen saat ia masih menjadi
keuchik di Sentosa. Beurnuen, usahanya tidak berkembang pesat. Tak banyak yang
mengenal usahanya itu dan pembelinya juga terbatas.
Setiap
panen ia membawa jamur-jamurnya itu ke berbagai instansi pemerintahan yang ada
di Pidie. Ia kerap mempromosikan jamur-jamurnya ke berbagai elemen masyarakat. Jamur-jamurnya
juga sempat beberapa kali membusuk
akibat tidak bisa menembus Sigli karena pada waktu itu Aceh masih bergejolak.
“Jika
terjadi kontak tembak di Caleu, Saya tidak bisa membawa jamur ke Kantor-kantor
di Sigli, dan saya harus menerima kerugian” tambahnya.
Pada
tahun 2002, Bupadi Pidie Abdullah Yahya memberinya dana sebesar 50 juta. Dana
tersebut merupakan bantuan untuk korban Daerah Operasi militer (DOM). Ia
menjadi korban DOM dan di tahan oleh pasukan Kopassus di rumoeh gudoeng pada masa DOM selama lima bulan. Bantuan
lainnya datang dari Gubernur Aceh Abdullah Puteh yang ia minta saat bertemu di
pameran yang di gelar di TamanSari.
Bermodal
uang 60 juta rupiah, ia kemudian membuka usahanya di Kawasan Prada Banda Aceh.
Ia pindah ke Banda Aceh karena di kawasan Sigli usahanya tidak bersahabat.
Setelah pindah ke Banda Aceh, usahanya berkembang
pesat bak jamur di musim Hujan.
Di
Prada, ia membuka Sembilan kumbung tempat budidaya jamur dengan penghasilan
mencapai 250 sampai 350 kilogram perbulannya. Meski demikian ia juga sempat
mengalami kegagalan yaitu tidak mencapai target yang diharapkan.
“Gagal
disini dalam artian tidak tumbuh, itu disebabkan karena bibitnya kurang bagus”
Ujar pria kelahiran Sentosa 62 tahun lalu itu.
Ia
mendatangkan bibit-bibit jamur langsung dari Karawang. Selain bibit, dedak,
kapur dan media pembuatan jamur lainnya seperti jerami yang didatangkan dari
Blang Bintang Aceh Besar serta Sawit
yang didatangkan langsung dari Lhoksukon.
Setiap
pagi ia mengantarkan jamur-jamurnya ke berbagai tempat yang menjual aneka
olahan mie jamur seperti mie midi, mie lala, bakmi ijo, Dhapu Kupi dan berbagai
tempat lainnya. ia juga mengantar jamur- jamur itu kepada pedagang di Pasar
Peunayong.
Selain
itu, ia juga menerima mahasiswa magang dari berbagai Fakultas yang ingin
belajar tentang budidaya jamur. tak hanya mahasiswa, warga pun banyak yang
tertarik dengan usahanya. Ia juga sudah mengajarkan ratusan kalangan dari berbagai
latar belakang. Ia juga pernah di undang untuk menjadi pembicara dalam beberapa
seminar.
“Setiap
hari ada mahasiswa magang disini,setiap yang magang disini harus bayar dengan
harga yang telah ditentukan. Warga dari berbagai daerah juga banyak yang
belajar disini” Aku ayah lima anak itu.
Ia
mengatakan sudah banyak anak didiknya membuka usaha yang sama di berbagai
tempat. Walaupun sudah banyak cabang, ia belum berniat untuk membuat bibit
sendiri. Menurutnya, biaya pembuatan bibit itu sangat tinggi dan media untuk
membuatnya pun tidak tersedia di Aceh.
Akhir
desember 2011, usahanya harus pindah ke kawasan Cot Iri, kecamatan Barona Jaya
karena tempat semula sudah habis masa sewanya. Di Cot Iri, ia dibantu dua orang
karyawan. Di tempat yang seluas 870 X
900 itu, ia membuka 3 kumbung untuk budidaya jamurnya.
Rizal
(20) salah seorang karyawannya mengaku, jamur merang selain enak untuk dimakan
juga dapat menjadi obat yang dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit.
“Banyak orang yang sudah berobat ke Penang sembuh dengan makan Jamur ini” kata
pria asal Idi tersebut.
Ia
menambahkan, usaha budidaya jamur sangat menarik untuk dikembangkan. Ia juga
berniat membuka usaha itu dikampung halamannya di Idi Aceh Timur. Namun masih
terkendala dengan biaya.
Ia
juga sudah sangat menguasai teknik pembudidayaan jamur merang tersebut.
baginya, bekerja sebagai pembuat jamur lebih enak daripada menggeluti pekerjaan
lain. “Enak kerja disini, di sini kerjanya gak terikat dan gajinya lumayan”
Ujar Rizal.
Walau
sudah membuka usahanya sejak 2002 di Banda Aceh, Sarwan mengaku belum menerima
bantuan dari pemerintah Aceh. Banyak pegawai dari berbagai intansi yang datang
menemuinya untuk meminta data, namun ia tak pernah memberinya lagi. Ia tidak
lagi mengharap bantuan dari Pemerintah.
Meski
banyak usaha – usaha budidaya jamur berkembang di Banda Aceh beberapa waktu
lalu, Budidaya Jamur Lee Guna milik Sarwan masih tetap bertahan. Saat ditanya
siapa pertama membudidayakan Jamur di Aceh, ia menjawab” Saya yang pertama
menggeluti usaha itu dan saya bisa dibilang pencetus budidaya jamur di Aceh”
jawab Sarwan. []
Komentar
Posting Komentar