“ Kata dan Tinta ”


Ku sematkan tinta hitam mengotori, mengarungi kertas putih bergaris lurus dan ku biarkan pena bergoyang, menari dengan girangnya, menyelusuri tiap garis membentuk bait – bait cerita indah. Kata demi kata kian bermunculan dari ujung pena mengurat sepeti sedang bercerita menyusun mengatur kata, dengan seksama mengupas dalam – dalam memasuki sejarah usang, terkadang sedih, senang, duka, lara dan juga ceria, tersusun dengan rapi engkau sentuh tiap bulir waktu lalu, kemudian bait – bait itu menjadi mesusuar, penerang, bagi mereka yang hidup dimasa yang akan datang.


Tampa ada kata terimakasih, tidak pula pujian maupun uang yang kau dapatkan, namun hanya ada kepuasan lewat sumbangan tinta, ke iklasan mu “pena” yang kau sematkan lewat tinta buat mata kami terbelalak, kagum, oleh cerita –cerita indah, terkadang kau juga membawa kami jauh berjalan – jalan menyelusuri masa lalu, diketika itu kami juga tercengang oleh kehidupan moyang kami terdahulu.


Semua itu membuat hati kami luluh, luntur dari keanguhan, melepaskan kesombongan dari mengagung – agungkan kehidupan moderen, ternyata kami salah, dan kami buta, rupanya mereka lebih dekat dengan tuhannya, sedangkan kami semakin jauh di bawa arus dalam buih dosa, dengan begitu kau adalah penunjuk jalan, sekaligus guru tempat kami bertanya.


Cerita mu adalah kaca tempat berpaspasan mengenal masa, terkadang enkau juga berkata – kata, walau tak pernah mengeluarkan suara, namun bukan bisu, yang diam beribu bahasa, namun, aummannya mengalahkan sang serigala. Terkadang ia ( tinta ) juga titah, yang memerintah seperti raja, keras, tegas, dalam bertindak, dengan kata menghunus seperti pedang sambil meneriak serang, tidak jarang ia tampil memukau dengan begitu lembut seperti kain bersulam sutra, luluhkan hati si pembaca. Mendegar ceritanya membuat kami mengapung, melabung tinggi bagai kapas, menatap dari atas berbagai fenomena kehidupan anak manusia, terkadang ia juga hadir bak pengkritik yang tajam dan pedas bagai pedang menebas tampa kenal lelah, kau sayat dan kau tebas peng khianat bangsa.


Mereka juga pandai menghadirkan bahak tawa dikala hati lara, melucu dan melawak, tawa pecah, buncah,angan menekan perut menahan diri dari rasa sakit karena tawa yang sudah kewatan, hati sedih, air mata menitis, membasahi pipikanan dan kiri diketika cerita nya beransur menjejali kehidupan miris para punggawa penghuni kolong jembata, mempertahankan hidup dari sampah – sampah murahan.


Tampa ada cost, hanya dengan begitu dapat membuat asap dapur mereka tetap mengepur menyambung tali kehidupan, sedangkan mereka ( para penjabat ) diketika itu seakan tak ada, hanya sibuk dengan tahta, menikmati hidup dengan bergelimpangan harta, serta mengirim sisa makanan ( sampah ) mereka ke tempat – tempat penampungan itu berada, dan akan datang sesekali menemui diketika pilkada akan tiba, menghujani mereka ( para pemulung ) dengan ribuan janji – janji manis.


Begitulah peran kata dan tinta, mereka saling mengisi diketika yang lain tidak ada, mengatur strategi, menyusun taktik, pandai menyiasati lawan, dengan analisis Swot, mereka tampil bagai seorang politik ulung, yang siap – siap merebut kekuasaan, mereka tau kapan waktu tepat untu menyerang dan mundur sesekali jika diperlukan. Haruan biru diketikan kata dan tinta menyepi pada setiap kisah asmara anak manusia, senyum – senyum kecil sepi hilang dan menepis gundah, Kata dan tinta merekalah penyambung moyang kami dan anak cucu penerus generasi, merekalah penyatu masa lalu, sekarang dan masa yang akan datang.


Itulah “ tinda dan kata ” begitu banyak jelmaan dengan mereka, maka jangan pernah remehkan, butuh banyak anggka untuk mengkalkulasikan mereka, semangatnya tak pernah kendur apalagi mundur, menyerah, tak kenal lelah mengukir tabir cerita usang, tak perlu daging atau telur merah buat energi nya bertambah, tapi hanya perlu kertas, kertas dan kertas, buat mu semangat mengarungi cerita yang tak sampai – sampai yang tak pernah usai dan tidak pernah berkesudahan.

Komentar

Postingan Populer