“ Seratus Delapan Puluh Menit Menjid Raya Baiturrahman menjadi Eskaped Building ”
Suara Serene meraung – raung dari kejauhan, geuma azan di kumandangkan
di mana mana, dalam sekejab ratusan warga Banda Aceh tumpah ruah memadati
perkarangan mesjid raya baiturrahman.
Nurhasanah Seorang ibu rumah tangga berlarian tertatih –
tatih, tanganya menggengam erat kedua putri nya, isak tangis yang tersendu -
sendu membuat seisi perkarangan berhamburan masuk kedalam mesjid, tak sadarkan
diri, ada yang sudah menaiki pagar pembatas teras mesjid, semua orang panik
pada hari itu, di tambah lagi suara teriak tsunami.
Biasanya, mesjid nan megah itu, di ramaikan orang – orang yang
melakukan kegiatan keagamaan, baik sholat, maulid, hari raya, dan kegiatan
keamaan lainya, menjelang sore itu, jarum jam menujukan pukul 15: 45, ruas
perkarangan mesjid kembali di sesaki warga yang sedang dalam kepanikan yang
luar biasa.
Rabu 11 april 2012 serambi mekah kembali di guncangkan
gempa, Rakyat Aceh baru saja menyelesaikan hajatan pesta demokrasi lima tahunan, “ Tak pernah
kita sangka dan kita duga, disaat rakyat aceh sedang menikmati kemenagan pemilu
kada, yang kuasa kembali menegur kita ” kisah hendri mahasiswa tarbiyah IAIN
Ar-Raniry, yang juga sedang duduk dalam gelisah di teras mesjid raya
baiturahman.
Gempa yang berkekuatan 8,5 skala ricter itu tidak hanya
membuat panik seisi kota ,
akantetapi juga telah membuat ruas – ruas jalan berdesakan serabutan, tak lagi
mehairaukan rambu – rambu jalan, deraian butiran air mata pun mehiasi wajah
sedih warga.
Menurut catatan BMKG, pulau simeulue titik pusat terjadinya gempa
itu berada, wilayah barat aceh sumatra, jarigan Hp ikut terputus seketika,
membuat warga makin resah tak terkira, saat sedang mehubungi keluarga.
Suara kegaduhan terdegar dari dalam mejid, tak henti, degum
orang membaca al qur an bersahutan, bak sedang ada perlombaan tarik suara, ratusan
warga, baik lelaki, wanita, tua, muda, mulut mereka terus menyerukan tasbih
menyebut tuhan yang Esa.
Hati menciut ketakutan, mereka lari menyelamatakan diri dari
ancaman tsunami, “ Kamo temakeot di meusu sereune tsunaminyan, kamo pike ka di
eik ie lom, makajih kamo plung keno, pesahodro bak mesjid raya ” ( kami takut
ada suara alaram tsunami, kami pikir air naik lagi, makanya kami lari kesini
merapatkan diri ke mesjit raya ) jelas Eva Nadya yang baru saja lari dari
surin.
Riak kecil air kolam yang berada di depan mesjid awal dari
gempa susulan, panik kembali melintang, seakan maut sedang mengintai merengut
siapa saja yang ada di sana, beberapa pohon hasan menjadi pegangan bagi mereka.
Teriak tsunami kembali terdengar dari kejauhan, kocar kacir
warga membuat skurity mesjid lansung mengambil sikap nya, “ Tidak ada tsunami,
kita baru saja di komfirmasi dari pemantau pantai ule lee, tidak ada tanda –
tanda akan terjadi tsunami, jadi kami minta pada warga jangan panik” sambil
merapatkan toa di mulutnya.
Jengkel dengan ulah orang – orang yang tidak bertanggung
jawab “ so yang pegah tsunami nepoh ju keudeh ” siapa yang teriak mengatakan
tsunami pukul saja, sambung nya dengan logat aceh rayek, kilat camera para
wartawan terus mehujati orang – orang yang ada di sana, dari berbagai media mengabadikan
sesen demi sesen kejadian haru dan menegangkan itu.
Komentar
Posting Komentar